Blue Flower Design Pointer


Sabtu, 29 Oktober 2016

Osteoporosis pada Lansia




www.osteoporosis.org.au/sites/all/themes/oa_garland/images/oa/banner-living.png

Tolak ukur kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk lansia. Disamping itu meningkatnya usia harapan hidup memunculkan berbagai penyakit degenerative yang memerlukan perhatian khusus. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka prevalensinya dan perlu di waspadai adalah Osteoporosis.
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang sehingga massa tulang menjadi rendah yang disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang dan menyebabkan fraktur. Osteoporosis disebut juga sebagai Silent Desease karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari disertai tanpa adanya gejala. Bahkan pasien Osteoporosis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi fraktur hanya kurang dari 25% (Cosman, 2009). Osteoporosis sering terjadi pada punggung, pinggul, paha, dan lengan bawah. Tulang yang pertama kali terkena osteoporosis biasanya pada vertebra spinalis dan tipikalnya mengenai vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas. 

http://www.gerom-angers.fr/
Penderita Osteoporosis sangat mudah terjadi pada lansia, karena seiring dengan pertambahan usia fungsi organ tubuh yang menurun, tubuh mengalami kehilangan tulang trabekular dan penyerapan kalsium menurun pula sehingga resiko osteoporosis semakin besar. Osteoporosis dapat menyerang semua orang, meskipun tingkat risikonya berbeda-beda. Namun, wanita lebih beresiko mengalami osteoporosis daripada pria karena pengaruh hormone estrogen yang mulai menurun akibat dari penurunan fungsi ovarium pada masa menopause akan mempengaruhi proses remodelling tulang.
Di sisi lain apabila seseorang terkena osteoporosis, maka akan beresiko mengalami fraktur. Selain itu, juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang lain yang menyebabkan gangguan aktivitas hidup, fungsi sosial, dan gangguan psikologis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup bahkan sampai menyebabkan kematian. International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat 20% pasien patah tulang Osteoporosis meninggal dalam waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya harus terus berbaring di tempat tidur, sepertiga lainnya harus dibantu untuk dapat berdiri dan berjalan. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas optimal (Suryati, A Nuraini, 2006).
Usia dan gaya hidup adalah faktor utama yang menyebabkan osteoporosis, selain itu beberapa faktor yang dapat menimbulkan osteoporosis yaitu jenis kelamin, menopause/andropause, aktivitas fisik, obesitas, tipe tubuh, diabetes melitus, riwayat keluarga, pengetahuan tentang osteoporosis, kurang asupan kalsium dan vitamin D, olah raga tidak teratur, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol dan kopi yang berlebihan dan penggunaan obat obatan penyebab osteoporosis dalam jangka panjang. Namun, dalam jurnal penelitian Kahsay, dkk (2014) tidak ditemukan keterkaitan antara pengetahuan dan riwayat keluarga dengan osteoporosis. Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang ada di Inggris, Turki, Sweden, and Italy.
Dalam penanggulangan osteoporosis harus berfokus pada non-farmakologi dan farmakologi. Non-farmakologi dapat dilakukan dengan latihan fisik (exercises) secara benar. Penelitian dari  UK, USA, Australia, dan India menunjukkan bahwa olah raga dapat membangun dan meningkatkan kepadatan tulang. Kepadatan tulang meningkat seiring dengan melakukan latihan fisik dan olah raga, seperti senam, latihan keseimbangan, jalan kaki secara teratur kira – kira 4,5 km/jam selama 50 menit, 5 kali dalam seminggu dan latihan beban 2 sampai 3 kali seminggu. Latihan ini dapat menstimulasi formasi tulang dan mempertahankan kalsium pada tulang yang menahan beban. Beban kerja dalam suatu latihan otot diberikan dalam bentuk massa yang harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot dengan memperhatikan besar beban dan ulangan kontraksi otot, pembebanan terhadap otot dapat diatur. Penelitian yang dilakukan tahun 2011 pada lansia (usia di atas 60 tahun) menyatakan bahwa latihan kekuatan meningkatkan kekuatan otot dengan meningkatkan massa otot. Massa otot dapat ditingkatkan melalui pelatihan pada intensitas yang sesuai dengan 60% sampai 85% dari kekuatan maksimum dan jarang terjadi efek samping. Selain itu latihan keseimbangan merupakan latihan yang efektif untuk mengurangi resiko jatuh pada penderita osteoporosis. Untuk wanita menopause dianjurkan pemakaian ERT (Estrogen replacement Therapy ) pada mereka yang tidak ada kontraindikasi.
Dalam farmakologi, penelitian yang dilakukan oleh Inderjeeth (2010) menunjukkkan bahwa mengkonsumsi alendronate, risedronate, asam zoledronic, strontium ranelate dan teriparatid dapat mengurangi risiko fraktur. Pemilihan obat yang tepat mencakup pertimbangan dosis, frekuensi, rute pemberian, efek samping, kepatuhaan, biaya efektivitas dan kemampuan untuk mencegah patah tulang awal. Disamping itu, suplemen kalsium direkomendasikan bila dikonsumsi secara benar. Kombinasi kalsium dan vitamin D lebih bermanfaat dalam mengurangi osteoporosis. Kombinasi ini memiliki efek samping pada kejadian kardiovaskuler namun tetap dalam batasan. Kombinasi kalsium dan vitamin D harus digunakan pada semua pasien yang didiagnosis dengan osteoporosis kecuali tindakan-tindakan non-farmakologis lainnya yang dianggap memadai.
         http://2012books.lardbucket.org/

       http://www.hijosyalimentacion.com/

Pemenuhan asupan nutrisi seperti kalsium didapatkan dari: susu, keju, yogurt, ikan dimakan dengan tulang ( ikan presto ), sayuran hijau, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Mengkonsumsi susu 4 kali dalam seminggu dapat mengurangi osteoporosis. Fungsi keluarga juga berperan penting untuk mencegah osteoporosis pada lansia yaitu sebagai pemeliharaan kesehatan meliputi: mengenal masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Perubahan gaya hidup seperti berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol merupakan hal yang penting dilakukan serta mendeteksi kepadatan tulang merupakan pencegahan dan pengobatan awal dalam osteoporosis.
Untuk menambah wawasan lebih jauh lagi dapat kunjungi http://www.nhs.uk/Conditions/Osteoporosis/Pages/Introduction.aspx

DAFTAR PUSTAKA


Marjan, A, & Marliyati, S. (2013). Hubungan Antara Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Osteoporosis pada Lansia di Panti Werdha Bogor. JGP, Volume 8, Nomor 2.
    Minropa, Aida. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Resiko Osteoporosis pada Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013. Diambil pada 18 Agustus 2016 dari: http://journal.mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.php?file=4f.pdf
   Wardhana, Wisnu. (2012). Faktor -Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di Atas 50 Tahun. Diambil pada 18 Agustus 2016 dari: http://eprints.undip.ac.id/37820/
Muda, I, Arneliwati, & Novayelinda, R. (2013). Gambaran Perilaku Keluarga tentang Pencegahan Osteoporosis pada Lansia. Diambil pada 18 Agustus 2016 dari: http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1848/BURNING.pdf%20a.pdf?sequence=1
R, Febriani, Wungouw, Herlina, & Marunduh, Sylvia. (2015). Pengaruh Latihan Beban terhadap  Kekuatan Otot Lansia. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1.http://www.nhs.uk/Conditions/Osteoporosis/Pages/Introduction.aspx