www.osteoporosis.org.au/sites/all/themes/oa_garland/images/oa/banner-living.png |
Tolak ukur kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Meningkatnya usia harapan hidup penduduk mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk lansia. Disamping itu meningkatnya usia harapan hidup memunculkan berbagai penyakit degenerative yang memerlukan perhatian khusus. Salah satu penyakit degeneratif yang semakin tinggi angka prevalensinya dan perlu di waspadai adalah Osteoporosis.
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik
yang ditandai dengan pengurangan massa tulang sehingga massa tulang menjadi
rendah yang disertai mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang dan menyebabkan fraktur. Osteoporosis
disebut juga sebagai Silent Desease
karena proses kepadatan tulang berkurang secara perlahan dan berlangsung secara
progresif selama bertahun-tahun tanpa disadari disertai tanpa adanya gejala.
Bahkan pasien Osteoporosis yang dapat diidentifikasi setelah terjadi fraktur
hanya kurang dari 25% (Cosman, 2009). Osteoporosis
sering terjadi pada punggung, pinggul, paha, dan lengan bawah. Tulang yang
pertama kali terkena osteoporosis biasanya pada vertebra spinalis dan
tipikalnya mengenai vertebra torakalis bawah dan vertebra lumbalis atas.
http://www.gerom-angers.fr/ |
Penderita Osteoporosis sangat mudah terjadi pada
lansia, karena seiring dengan pertambahan usia fungsi organ tubuh yang menurun,
tubuh mengalami kehilangan tulang trabekular dan penyerapan kalsium menurun
pula sehingga resiko osteoporosis semakin besar. Osteoporosis dapat menyerang
semua orang, meskipun tingkat risikonya berbeda-beda. Namun, wanita lebih beresiko mengalami osteoporosis daripada
pria karena pengaruh hormone estrogen yang mulai menurun akibat dari penurunan
fungsi ovarium pada masa menopause akan mempengaruhi proses remodelling tulang.
Di
sisi lain apabila seseorang terkena osteoporosis, maka akan beresiko mengalami
fraktur. Selain itu, juga menyebabkan kecacatan, ketergantungan pada orang lain
yang menyebabkan gangguan aktivitas hidup, fungsi sosial, dan gangguan
psikologis sehingga terjadi penurunan kualitas hidup bahkan sampai menyebabkan
kematian. International Osteoporosis Foundation (IOF) mencatat 20% pasien patah
tulang Osteoporosis meninggal dalam waktu satu tahun. Sepertiga diantaranya
harus terus berbaring di tempat tidur, sepertiga lainnya harus dibantu untuk
dapat berdiri dan berjalan. Hanya sepertiga yang dapat sembuh dan beraktivitas
optimal (Suryati, A Nuraini, 2006).
Usia
dan gaya hidup adalah faktor utama yang menyebabkan osteoporosis, selain itu
beberapa faktor yang dapat menimbulkan osteoporosis yaitu jenis kelamin, menopause/andropause,
aktivitas fisik, obesitas, tipe tubuh, diabetes melitus, riwayat keluarga, pengetahuan
tentang osteoporosis, kurang asupan kalsium dan vitamin D, olah raga tidak
teratur, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol dan kopi yang
berlebihan dan penggunaan obat obatan penyebab osteoporosis dalam jangka
panjang. Namun, dalam jurnal penelitian Kahsay, dkk (2014) tidak ditemukan
keterkaitan antara pengetahuan dan riwayat keluarga dengan osteoporosis.
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang ada di Inggris, Turki,
Sweden, and Italy.
Dalam
penanggulangan osteoporosis harus berfokus pada non-farmakologi dan
farmakologi. Non-farmakologi dapat dilakukan dengan latihan fisik (exercises) secara benar. Penelitian
dari UK, USA, Australia, dan India menunjukkan
bahwa olah raga dapat membangun dan meningkatkan kepadatan tulang. Kepadatan
tulang meningkat seiring dengan melakukan latihan fisik dan olah raga, seperti senam,
latihan keseimbangan, jalan kaki secara teratur kira – kira 4,5 km/jam selama
50 menit, 5 kali dalam seminggu dan latihan beban 2 sampai 3 kali seminggu. Latihan
ini dapat menstimulasi formasi tulang dan mempertahankan kalsium pada tulang
yang menahan beban. Beban kerja dalam suatu latihan otot diberikan dalam bentuk
massa yang harus dilawan atau dipindahkan oleh gaya kontraksi otot dengan
memperhatikan besar beban dan ulangan kontraksi otot, pembebanan terhadap otot
dapat diatur. Penelitian yang dilakukan tahun 2011 pada lansia (usia di atas 60
tahun) menyatakan bahwa latihan kekuatan meningkatkan kekuatan otot dengan
meningkatkan massa otot. Massa otot dapat ditingkatkan melalui pelatihan pada
intensitas yang sesuai dengan 60% sampai 85% dari kekuatan maksimum dan jarang
terjadi efek samping. Selain itu
latihan keseimbangan merupakan latihan yang efektif untuk mengurangi resiko
jatuh pada penderita osteoporosis. Untuk wanita menopause dianjurkan pemakaian
ERT (Estrogen replacement Therapy ) pada mereka yang tidak ada kontraindikasi.
Dalam
farmakologi, penelitian yang dilakukan oleh Inderjeeth (2010) menunjukkkan
bahwa mengkonsumsi alendronate, risedronate, asam zoledronic, strontium
ranelate dan teriparatid dapat mengurangi risiko fraktur. Pemilihan obat yang
tepat mencakup pertimbangan dosis, frekuensi, rute pemberian, efek samping,
kepatuhaan, biaya efektivitas dan kemampuan untuk mencegah patah tulang awal.
Disamping itu, suplemen kalsium direkomendasikan bila dikonsumsi secara benar.
Kombinasi kalsium dan vitamin D lebih bermanfaat dalam mengurangi osteoporosis.
Kombinasi ini memiliki efek samping pada kejadian kardiovaskuler namun tetap
dalam batasan. Kombinasi kalsium dan vitamin D harus digunakan pada semua
pasien yang didiagnosis dengan osteoporosis kecuali tindakan-tindakan
non-farmakologis lainnya yang dianggap memadai.
http://2012books.lardbucket.org/
|
http://www.hijosyalimentacion.com/
|
Pemenuhan
asupan nutrisi seperti kalsium didapatkan dari: susu, keju, yogurt, ikan dimakan
dengan tulang ( ikan presto ), sayuran hijau, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Mengkonsumsi susu 4 kali dalam seminggu dapat mengurangi osteoporosis. Fungsi
keluarga juga berperan penting untuk mencegah osteoporosis pada lansia yaitu
sebagai pemeliharaan kesehatan meliputi: mengenal masalah kesehatan keluarga,
memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin
kesehatan keluarga dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Perubahan
gaya hidup seperti berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol merupakan hal yang
penting dilakukan serta mendeteksi kepadatan tulang merupakan pencegahan dan
pengobatan awal dalam osteoporosis.
Untuk menambah wawasan lebih jauh lagi dapat kunjungi http://www.nhs.uk/Conditions/Osteoporosis/Pages/Introduction.aspx
Untuk menambah wawasan lebih jauh lagi dapat kunjungi http://www.nhs.uk/Conditions/Osteoporosis/Pages/Introduction.aspx
DAFTAR PUSTAKA
Marjan, A, & Marliyati, S.
(2013). Hubungan Antara Pola Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian
Osteoporosis pada Lansia di Panti Werdha Bogor. JGP, Volume 8, Nomor 2.
Minropa,
Aida. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Resiko Osteoporosis pada
Lansia di Kenagarian Api-Api Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Baru Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013. Diambil pada 18 Agustus 2016 dari:
http://journal.mercubaktijaya.ac.id/downlotfile.php?file=4f.pdf
Wardhana,
Wisnu. (2012). Faktor -Faktor Risiko Osteoporosis pada Pasien dengan Usia di
Atas 50 Tahun. Diambil pada 18 Agustus 2016 dari: http://eprints.undip.ac.id/37820/
Muda, I, Arneliwati, & Novayelinda, R. (2013).
Gambaran Perilaku Keluarga tentang Pencegahan Osteoporosis pada Lansia. Diambil
pada 18 Agustus 2016 dari: http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/1848/BURNING.pdf%20a.pdf?sequence=1
R, Febriani, Wungouw, Herlina, & Marunduh,
Sylvia. (2015). Pengaruh Latihan Beban terhadap
Kekuatan Otot Lansia. Jurnal e-Biomedik (eBm), Volume 3, Nomor 1.http://www.nhs.uk/Conditions/Osteoporosis/Pages/Introduction.aspx